Picture
Meski menempati posisi kedua dalam literatur hadits, kitab kumpulan hadits shahih ini terbukti mempunyai beberapa kelebihan di banding pendahulunya.

Setelah kitab suci Al-Quran dan kitab hadits Shahih Bukhari, kitab yang disepakati sebagai rujukan ketiga hukum Islam adalah kumpulan hadits Al-Jami’ush Shahih karya Abul Hasan Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi, yang lebih akrab dengan sebutan Shahih Muslim. Meski dalam urutan kutubus sittah, enam kitab induk hadits, Shahih Muslim berada di bawah Shahih Bukhari, namun beberapa ulama ahli hadits menganggapnya memiliki beberapa keunggulan dibanding kitab kumpulan hadits karya Imam Bukhari tersebut.

Al-Hafizh Imam Ibnu Hajar, misalnya, memberikan komentar mengenai kelebihan antara Shahih Muslim dan Shahih Bukhari. Imam Muslim, tulis Ibnu Hajar, lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksi haditsnya, karena menyusunnya di negeri sendiri ketika sebagian guru-gurunya masih hidup. Dengan demikian redaksi hadits-hadits dalam Shahih Muslim relatif lebih akurat dibanding redaksi hadits yang diriwayatkan seniornya. Ia juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul bab sebagaimana yang dilakukan Imam Bukhari.

Sementara kelebihan Al-Bukhari, menurutnya, mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits mu’an’an (hadits yang periwatannya menggunakan kata ‘an, dari) agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan “kemungkinan” bertemunya kedua rawi tersebut, tanpa perlu adanya tadlis.

Ulama lain mengatakan, Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi yang ke-tsiqah-annya berada pada peringkat pertama, baik dari segi hafalan dan keteguhannya. Kalaupun ada sedikit hadits yang diriwayatkan dari rawi level kedua bawahnya, Imam Bukhari mengambilnya dengan sangat selektif.

Sementara pada Shahih Muslim, rawi pada derajat ketsiqahan level kedua relatif lebih banyak dibanding pad Shahih Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.

Dalam menentukan tingkat rawi hadits, Imam Muslim memang menerapkan standar yang berbeda dengan gurunya, Imam Bukhari. Ada beberapa orang rawi yang dianggap tsiqah oleh Imam Muslim, namun tidak diterima oleh Imam Bukhari berdasarkan beberapa sebab tertentu. Biasanya hadits-hadits semacam ini disebut “shahih menurut syarat Muslim”. Di antara rawi-rawi yang tsiqah menurut standar Muslim antara lain Abu Zubair al-Makki, Suhail bin Abi Saleh, al-‘Ala’ bin Abdul Rahman dan Hammad bin Salamah.

Demikian juga sebaliknya. Ada beberapa rawi yang dirwayatkan oleh Imam Bukhari namun tidak diterima Imam Muslim. Mereka antara lain Ikrimah Maula Ibnu Abad, Ishak bin Muhammad al-Fauri, dan Amru bin Marzuk.

Prinsipnya, tidak semua Hadits Bukhari lebih shahih daripada hadits Muslim, demikian pula sebaliknya. Hanya saja, umumnya tingkat keshahihan hadits riwayat Bukhari relatif lebih tinggi daripada kesahihan hadits dalam Shahih Muslim. Kerena tak berbeda jauh itulah, dalam literatur Islam kedua penyusun kitab shahih tersebut dikenal dengan sebutan Syaikhaan, dua syaikh, ulama besar perawi Hadits.

Seberang Sungai
Siapakah Imam Muslim yang terkenal sepanjang jaman itu?
Lahir di Naisabur pada 202 H/817 M, Imam Muslim memiliki nama lengkap Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Daerah Naisabur dan sekitarnya, yang kini termasuk wilayah Rusia, dalam khazanah peradaban Islam masa silam sering disebut sebagai ma wara’an nahr, daerah-daerah yang terletak di seberang Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah.

Seperti halnya Baghdad dan Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari di Asia Tengah), Naisabur juga terkenal sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban serta perdagangan di kawasan Asia Tengah. Tak heran dari kota ini banyak lahir dan tinggal bermukim para ilmuwan dan ulama besar.

Sejak kecil Imam Muslim, yang dianugerahi kekuatan hafalan dan ketajaman berfikir, telah menunjukkan perhatian dan minat yang luar biasa terhadap ilmu Hadits. Saat berusia sepuluh tahun, ia berguru kepada Imam Ad-Dakhili, salah seorang ahli hadits di kotanya. Setahun kemudian, ia mulai menghafal hadits-hadits Nabi SAW. Bahkan tak lama kemudian ia telah mampu mengoreksi kesalahan gurunya dalam menyebutkan periwayatan Hadits.

Selain kepada Ad-Dakhili, Imam Muslim juga berguru kepada ulama di berbagai negara, yang ditemuinya dalam pengembaraan mencari silsilah dan urutan Hadits yang benar. Di Khurasan, misalnya, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Ketika singgah di Irak ia mendapatkian hadits dari Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz ia belajar kepada Sa’id bin Mansur, di Mesir ia berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan masih banyak lagi.

Selain guru-guru di atas, masih banyak ulama lain yang tercatat sebagai guru Imam Muslim. Di antaranya : Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar, Harun bin Sa’id al-Ayli, dan Qutaibah bin Sa’id.

Namun, dari berbagai kota yang dikunjunginya, Baghdad memiliki arti tersendiri. Berkali-kali ia mengunjungi pusat pemerintahan dinasti Abbasiyyah itu untuk belajar kepada ulama ahli Haditsnya yang termasyhur.

Selain mendatangai guru-guru hadits di kota mereka, Imam Muslim juga memanfaatkan kunjungan para ahli hadits dari berbagai negara ke kotanya. Salah satunya adalah Imam Bukhari yang di akhir abad 3 hijriah mengunjungi Naisabur. Hampir setiap hari Imam Muslim mendatangi Imam Bukhari yang lebih senior darinya itu untuk bertukar pikiran sekaligus mendapatkan hadits.

Suatu ketika terjadilah silang pendapat antara Imam Bukhari dan Imam Az-Zihli, guru Imam Muslim lainnya di Naisabur. Ketika silang pendapat itu meruncing, Imam Muslim berpihak kepada Imam Bukhari. Sikap itu membuat Imam Az Zihli marah dan memutuskan hubungan guru-murid mereka.

Meski berpihak kepada salah satu, Imam Muslim tetap menganggap kedua ahli hadits itu sebagai gurunya. Namun demi menjaga perasaan kedua gurunya, ia memutuskan untuk tidak memasukan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli dan Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya.

Kitab Yang Hilang
Dalam khazanah ilmu hadits, Imam Muslim yang dikenal sangat tawadu’ dan wara’ itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Muhammad Ajaj Al-Khatib, guru besar hadits di Universitas Damaskus, Syria, menyatakan hadits yang tercantum dalam Shahih Muslim berjumlah 3.030 hadits, jika dihitung tanpa pengulangan. Bila dengan pengulangan, maka jumlah keseluruhannya mencapai 10.000 hadits. Sementara Imam Al Khuli, ulama ahli hadits asal Mesir, menyatakan hadits dalam kitab karya Imam Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan.

Hadits-hadits yang ditulis dalam Shahih Muslim disaring dari sekitar 300.000an hadits yang ia hafal, sebagaimana pendapat Ibnu Shalah dan Imam an-Nawawi. Tetapi Ahmad bin Salamah mengatakan, “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Shahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits”.

Soal metode penyusunan Hadits, Imam Muslim menerapkan prinsip-prinsip jarh dan ta’dil, suatu metode yang digunakan untuk menilai cacat atau tidaknya suatu Hadits. Dalam kitabnya ia menggunakan beberapa sighat at-tahammul (metode-metode penerimaan riwayat) seperti haddatsani, telah berkata kepadaku; haddatsana, telah berkata kepada kami; akhbarani, telah mengabarkan kepada saya; akhbarana, telah mengabarkan kepada kami, dan qala, telah berkata.

Berkat kesungguhan dan keseriusannya dalam menekuni hadits, Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam khazanah ilmu Hadits setelah Imam Bukhari.
“Di dunia saat ini, orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat, salah satu di antaranya adalah Imam Muslim,” kata Abu Quraisy Al-Hafiz, ulama besar yang hidup semasa dengan Imam Muslim.

Di usianya yang masih relatif muda, Imam Muslim telah mencapai puncak kejayaan dan popularitas di bidang ilmu hadits. Namun sayang, usianya tak cukup panjang untuk terus menghasilkan karya-karya besar. Ia wafat pada hari Ahad petang, 25 Rajab 261 H, dalam usia 55 tahun di Naisabur.

Ulama besar itu meninggalkan banyak sekali karya tulis berbobot, yang mengabadikan namanya hingga hari ini. Beberapa di antaranya masih bisa terpelihara hingga masih bisa dijumpai pada masa ini. Sebut saja kitab ash-Shahih atau Shahih Muslim, Al-Kuna Wal Asma’, Al- Munfaridat Wal Wihdan serta At-Thabaqat dan Rijal Urwah bin Az-Zubair. Dua kitab yang disebut terakhir hingga saat ini masih berbentuk manuskrip.

Namun tak kurang juga yang telah hilang ditelan perjalanan waktu, sehingga tidak sempat sampai kepada umat Islam yang hidup di abad modern. Beberapa kitab yang telah hilang tersebut antara lain Al-Musnad Al-Kabir Ala Ar-Rijal, Jami’ Al-Kabir Alal Abwab, Al-‘Illal, Al-Ifrad, dan Al-Iqran.

Sayang sekali!

Ahmad Iftah Sidik, Santri Asal Tangerang

 
Picture
Dalam sepanjang sejarah, Allah selalu memunculkan ulama besar yang ahli hadits dan benar-benar jenius otaknya, cerdas, bertaqwa dan berakklaq sangat mulia terjaga dari dusta meski hanya sekali seumur hidup. Manusia pilihan ini sesungguhnya berperan sebagai pewaris Nabi dalam penjagaan risalah ini dari noda-noda subhat dan pemahaman yang menyeleweng dari makna yang sebenarnya dengan tujuan agar Islam tetap autentik menjadi agama yang benar-benar terhormat dan tinggi kedudukannya baik di mata kaum muslimin maupun dimata manusia yang lain.
Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah telah mempercayakan kepada Bukhari dan para pemuka dan penghimpun hadits lainnya, untuk menghafal dan menjaga sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahwa Imam Bukhari berkata: "Saya hafal hadits di luar kepala sebanyak 100.000 buah hadits sahih, dan 200.000 hadits yang tidak sahih."
Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli hadits di sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya. Mereka mengambil 100 buah hadits, lalu mereka tukar-tukarkan sanad dan matannya (diputar balikkan), matan hadits ini diberi sanad hadits lain dan sanad hadits lain dinbuat untuk matan hadits yang lain pula. 10 orang ulama tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan tentang hadits yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil dengan mengajukan sepuluh buah hadits kepada Bukhari, dan setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah hadits, Imam Bukhari menjawab dengan tegas: "Saya tidak tahu hadits yang Anda sebutkan ini." Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada penanya yang ke sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin yang tidak mengerti, memastikan bahwa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan itu, sedangkan para ulama berkata satu kepada yang lainnya: "Orang ini mengetahui apa yang sebenarnya."
Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian Imam Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: "Hadits pertama yang anda kemukakan isnadnya yang benar adalah begini; hadits kedua isnadnya yang benar adalah beginii?" Begitulah Imam Bukhari menjawab semua pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadits. Kemudian ia menoleh kepada penanya yang kedua, sampai menjawab dengan selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab semua pertanyaan dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari menyebutkan satu persatu hadits-hadits yang sebenarnya dengan cermat dan tidak ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan jawaban yang urut sesuai dengan sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari akan kekuatan daya hafal dan kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya sebagai "Imam" dalam bidang hadits.
Sebagian hadirin memberikan komentar terhadap "uji coba kemampuan" yang menegangkan ini, ia berkata: "Yang mengagumkan, bukanlah karena Bukhari mampu memberikan jawaban secara benar, tetapi yang benar-benar sangat mengagumkan ialah kemampuannya dalam menyebutkan semua hadits yang sudah diputarbalikkan itu secara berurutan persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya mendengar pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu hanya satu kali."Jadi banyak pemirsa yang heran dengan kemampuan Imam Bukhari mengemukakan 100 buah hadits secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya padahal beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini sungguh luar biasa.
Imam Bukhari pernah berkata: "Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadits pun juga yang diterima dari para sahabat dan tabi'in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran sebagian besar mereka, hari wafat dan tempat tinggalnya. Demikian juga saya tidak meriwayatkan hadits sahabat dan tabi'in, yakni hadits-hadits mauquf, kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW."
Dengan kedudukannya dalam ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan, wajarlah jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah bin Sa'id tentang Imam Bukhari, ketika menyatakan : "Wahai para penenya, saya sudah banyak mempelajari hadits dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli ibadah dan para ahli zuhud; namun saya belum pernah menjumpai orang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma'il al-Bukhari."
Imam al-A'immah (pemimpin para imam) Abu Bakar ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadits, yang melebihi Muhammad bin Isma'il." Demikian pula semua temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: "Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma'il; juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya."
Al-Hakim menceriakan, dengan sanad lengkap. Bahwa Muslim (pengarang kitab Sahih), dating kepada Imam Bukhari, lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: "Biarkan saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para ahli hadits dan dokter ahli penyakit (ilat) hadits." Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: "Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi."
Imam Bukhari adalah seorang yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek; kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan dunia dan cinta akhirat. Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, lebih-lebih untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan bantuan dana yang cukup besar. Diceritakan ia pernah berkata: "Setiap bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal."
Imam Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik para perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia cukup berkata: "Perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri tentangnya." Perkataan yang tegas tentang para perawi yang tercela ialah: "Haditsnya diingkari."
Meskipun ia sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadits yang diriwayatkan seseorang hanya karena orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ia berkata: "Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku, perlu dipertimbangkan."
Selain dikenal sebagai ahli hadits, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal mengeluarkan fatwa, ia telah sampai pada derajat mujtahid mustaqiil (bebas, tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang digalinya sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab Syafi'i dan kadang-kadang berbeda dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan disaat lain memilih madzhab Mujahid dan 'Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya adalah Imam Bukhari adalah seorang ahli hadits yang ulung dan ahli fiqh yg berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya sebagai ahli hadits, bukan sebagai ahli fiqh.
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang dianggap penting untuk menegakkan Dienul Islam. Imam Bukhari sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahwa sepanjang hidupnya, ia tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.
Diantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
• Al-Jami' as-Sahih (Sahih Bukhari).
• Al-Adab al-Mufrad.
• At-Tarikh as-Sagir.
• At-Tarikh al-Awsat.
• At-Tarikh al-Kabir.
• At-Tafsir al-Kabir.
• Al-Musnad al-Kabir.
• Kitab al-'Ilal.
• Raf'ul-Yadain fis-Salah.
• Birril-Walidain.
• Kitab al-Asyribah.
• Al-Qira'ah Khalf al-Imam.
• Kitab ad-Du'afa.
• Asami as-Sahabah.
• Kitab al-Kuna.

Sekilas Tentang Kitab AL-JAMI' AS-SAHIH (Sahih Bukhari)
Diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.; seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebagian ahli ta'bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadits Rasulullah SAW. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' as-Sahih."
Dalam menghimpun hadits-hadits sahih dalam kitabnya, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan kesahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Beliau telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang diriwayatkannya. Beliau senantiasa membanding-bandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan, satu dengan yang lain, menyaringnya dan memlih has mana yang menurutnya paling sahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun kitab Al-Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun." Dan beliau juga sangat hati-hati, hal ini dapat dilihat dari pengakuan salah seorang muridnya bernama al-Firbari menjelaskan bahwa ia mendengar Muhammad bin Isma'il al-Bukhari berkata: "Aku susun kitab Al-Jami' as-Sahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan ke dalamnya sebuah hadits pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh kepada Allah dengan melakukan salat dua rekaat dan sesudah aku meyakini betul bahwa hadits itu benar-benar sahih."
Maksud pernyataan itu ialah bahwa Imam Bukhari mulai menyusun bab-babnya dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram secara sistematis, kemudian menulis pendahuluan dan pokok-pokok bahasannya di Rawdah tempat di antara makan Nabi SAW. dan mimbar. Setelah itu, ia mengumpulkan hadits-hadits dan menempatkannya pada bab-bab yang sesuai. Pekerjaan ini dilakukan di Mekah, Madinah dengan tekun dan cermat, menyusunnya selama 16 tahun.
Dengan usaha seperti itu, maka lengkaplah bagi kitab tersebut segala faktor yang menyebabkannya mencapai kebenaran, yang nilainya tidak terdapat pada kitab lain. Karenanya tidak mengherankan bila kitab itu mempunyai kedudukan tinggi dalam hati para ulama. Maka sungguh tepatlah ia mendapat predikat sebagai "Buku Hadits Nabi yang Paling Sahih."
Diriwayatkan bahwa Imam Bukhari berkata: "Tidaklah kumasukkan ke dalam kitab Al-Jami'as-Sahih ini kecuali hadits-hadits yang sahih; dan kutinggalkan banyak hadits sahih karena khawatir membosankan."
Kesimpulan yang diperoleh para ulama, setelah mengadakan penelitian secara cermat terhadap kitabnya, menyatakan bahwa Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya selalu berpegang teguh pada tingkat kesahihan yang paling tinggi, dan tidak turun dari tingkat tersebut kecuali dalam beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab, seperti hadits mutabi dan hadits syahid, dan hadits-hadits yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi'in.
Jumlah Hadits Kitab Al-Jami'as-Sahih (Sahih Bukhari)
Al-'Allamah Ibnus-Salah dalam Muqaddimah-nya menyebutkan, bahwa jumlah hadits Sahih Bukhari sebanyak 7.275 buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutnya berulang, atau sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan. Perhitungan ini diikuti oleh Al-"Allamah Syaikh Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya, At-Taqrib.
Selain pendapat tersebut di atas, Ibn Hajar di dalam muqaddimah Fathul-Bari, kitab syarah Sahih Bukhari, menyebutkan, bahwa semua hadits sahih mawsil yang termuat dalam Sahih Bukhari tanpa hadits yang disebutnya berulang sebanyak 2.602 buah hadits. Sedangkan matan hadits yang mu'alaq namun marfu', yakni hadits sahih namun tidak diwasalkan (tidak disebutkan sanadnya secara sambung-menyambung) pada tempat lain sebanyak 159 hadits. Semua hadits Sahih Bukhari termasuk hadits yang disebutkan berulang-ulang sebanyak 7.397 buah. Yang mu'alaq sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi' sebanyak 344 buah hadits. Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan termasuk yang berulang-ulang, jumlah seluruhnya sebanyak 9.082 buah hadits. Jumlah ini diluar hadits yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dari tabi'in dan ulama-ulama sesudahnya.

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    July 2012

    Categories

    All